Menonton Guru-guru Gokil : Belum Ketemu Gokilnya



Selama pandemi bioskop-bioskop tutup. Tidak banyak film Indonesia yang rilis. Di hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2020 film Guru-guru Gokil rilis. Ah, rasanya Guru-guru Gokil menjadi semacam oase gersangnya perfilman Indonesia di masa pandemi COVID-19.

Bekerja sama dengan Netflix film ini sekaligus menjadi batu loncatan Dian Sastrowardoyo debut sebagai seorang produser. Mendengar salah satu interview Dian dengan seorang menteri, Dian  mengatakan bahwa film ini ingin membawa gagasan guru ‘gokil’ ke arah yang positif dan memberikan inspirasi kepada masyarakat luas tentang pekerjaan seorang guru.

Naskah film yang ditulis oleh Rahabi Mandra dan Tanya Yuson ini menceritakan perjalanan seorang Taat Pribadi (Gading Marten) yang sangat menyukai uang mencari kesuksesan hidup melalui berbagai macam cara, kecuali menjadi guru. Karena, Taat sangat membenci guru, terlebih ayahnya juga merupakan seorang guru. Taat kecil sering kena omel oleh sang ayah.

Merantaulah Taat ke kota untuk mencari kesuksesaan. Namun, nasib baik belum menghampirinya. Akhirnya ia putuskan untuk kembali ke desa setelah melewati sepuluh kali lebaran idulfitri. Melalui penyalur tenaga kerja, dia ingin melamar sebagai staff kapal pesiar mewah. Namun, untuk melamar pekerjaan tersebut dibutuhkan modal yang besar.



Taat sadar bahwa dirinya kere. Akhirnya ia direkomendasikan oleh penyalur tenaga kerja itu untuk melamar pekerjaan dan SMA tempatnya dulu belajar, sialnya tempat itu juga merupakan tempat ayahnya bekerja. Taat yang tak punya pilihan lain akhirnya tetep melakoni pekerjaan tersebut.

Di sana lah ia mulai berkenalan dengan dunia guru yang selama ini belum ia rasakan. Menjadi guru menjawab pertanyaan dirinya sendiri mengapa sang ayah betah bertahun-tahun mengajar siswa-siswa yang ada saja kelakuannya, seperti ia dulu waktu masih duduk di bangku SMA.

 


Ada yang Kurang

Film yang disutradarai oleh Sammaria Sari Simanjuntak ini saya rasa kurang mantap dalam mengeksekusi film ini. Pengembangan karakter tokoh dalam film ini saya rasa masih kurang. Padahal saya berharap banyak film ini lebih mengeksplor sisi lain dari guru. Ekspektasi saya terhadap film ini cukup tinggi. Saya pikir Guru-guru Gokil akan menyuguhkan karakter guru yang ‘gokil’ dalam metode pembelajarannya. Pikiran saya melayang pada film Dead Poets Society.

Karakter gokil Taat lebih kepada guru yang pantang menyerah, berani melawan penjahat, dan humoris. Tidak ada gagasan yang segar mengenai sosok guru. Menonton Guru-guru Gokil seperti meminum air putih yang rasanya ya yaudah begitu saja rasanya. Hingga akhir cerita saya masih mencari-cari ‘gokil’ seorang guru seperti apa yang dimaksud dalam film ini. Guru-guru Gokil belum mendapat 'gokilnya'.

Saat tahu Dian Sastrowardoyo ikut perperan juga dalam film ini ekspektasi saya cukup jauh. Ternyata karakter Dian dalam film ini hanya sekadar pelengkap. Seandainya karakter Dian dikembangkan dan digali lebih jauh, barangkali film ini lebih baik. Jadi, ada sisi cerita yang menarik dari sudut pandang guru perempuan yang tengah hamil tua, digaji kecil, dan ditinggal suaminya pula.

Di sisi lain film ini juga menyuguhkan konflik antara anak dan ayah. Namun, eksekusinya nanggung. Dimana Taat selama ini dibayang-bayangi sosok seorang ayah yang menajadi guru panutan dan paling disayang murid, sementara Taat hanyalah seorang anak yang merasa gagal, meskipun telah menjadi guru.

Namun, konflik tersebut diselesaikan dengan Taat meminta maaf kepada ayahnya dan mereka saling memaafkan. Nanggung sekali dan terlihat buru-buru, padahal Taat belum lama mengajar dan pengalaman mengajarnya ya begitu-begitu saja sih.

Di sisi lain penonton juga disuguhkan humor-humor ringan sehingga tidak terlalu bosan sampai cerita dalam film ini berakhir.

Komentar

Postingan Populer