Menonton Film Tilik : Mengusik Kesadaran Moral
Pasca menonton
Tilik enam hari yang lalu, teringat sebuah kutipan dari Banksy, seorang seniman
jalanan asal Inggris.
“Art should comfort the disturbed and disturb
the comfortable,”
Film ini mampu
mengusik rasa moral dan juga kesadaran penonton terkait realitas yang ada.
Realitas yang lekat dengan masyarakat itu dibawa dalam Tilik dan dikemas dengan
baik.
Tilik berasal dari
bahasa Jawa yang artinya menjenguk atau menengok. Film ini menceritakan
rombongan ibu-ibu desa yang akan menjenguk Ibu Lurah yang tengah terbaring di
ICU. Mereka menjenguk dengan mengendarai truk sewaan.
Dalam film pendek
tersebut penononton disuguhkan dengan realitas kehidupan masyarakat Indonesia
dalam hal ini ibu-ibu yang kerap bergunjing bila berkumpul. Hal itu dibungkus
dalam budaya “tilik”.
Film pendek yang
disutradarai Wahyu Agung Prasetyo ini mampu memberikan percikan-percikan tawa
sekaligus sentilan melalui tokoh dalam Tilik.
Bu Tejo (Siti
Fauziah) merupakan pemeran antagonis dalam Tilik. Di perjalanan menilik Bu
Lurah, Bu Tejo selalu menggunjingkan seorang wanita muda bernama Dian yang
masih melajang dan dicurigai sebagai ‘wanita tidak benar’.
Sedangkan, tokoh
protagonis diperankan oleh Yu Ning
(Brilliana Desy) yang selalu bertentangan dengan Bu Tejo. Yu Ning selalu
berpikir positif kepada Dian yang tak lain merupakan kerabatnya.
Tilik juga mengangkat
mengenai isu hoaks. Dimana masyarakat desa belum semua melek teknologi dan
masih rawan terpapar hoaks.
Jika ada informasi,
biasanya disebarkan dari mulut ke mulut. Sulit untuk memilah bahkan
memverifikasi. Hal itu terjadi dalam masyarakat kita hari ini.
Film ini juga
mengusik moral kita melalui karakter Bu Tejo yang kerap suuzon terhadap Dian
dan membicarakan kejelekan dian di hadapan orang banyak.
Dia juga melakukan
upaya dalam konflik kepentingan (conflict of interest)terhadap Gotrek. Lantaran
suaminya maju dalam pemilihan lurah.
Di sisi lain, situasi bergunjing dalam Tilik membuat penonton nyaman berlama-lama menikmatinya, karena situasi tersebut dekat dengan realitas masyarakat kita.
Penonton juga disuguhkan pada realitas bahwa menjadi orang baik serta mempunyai moral yang kuat bukanlah suatu hal yang mudah.
Kemudian, kegelisahan moral terusik memuncak di akhir cerita. Dimana penonton kembali dibuat terusik melalui sebuah ending di luar dugaan.
Tilik mematahkan ekspektasi para penonton terhadap ending cerita, barangkali hal tersebut yang membuat Tilik berkesan di hati para penonton.
Dari Tilik yang mengusik rasa moral, kita dapat belajar bahwa di luar sana ada orang-orang yang tidak sepenuhnya baik ataupun tidak sepenuhnya jahat.
Film yang digarap
tahun 2018 ini akhirnya rilis pada 17 Agustus 2020 lalu itu telah ditonton
lebih dari 10 juta kali hingga tulisan ini diterbitkan. Banyak sineas yang
mengapresiasi Tilik.
Kerja keras tim
Tilik diganjar dengan memenangkan Piala Maya 2018 dala kategori Film Pendek
Terpilih. Tilik menjadi Official Selection Jogja-Netpac Asian Film Festival
(JAFF) 2018.
Komentar
Posting Komentar