Review The Queen’s Gambit : Si Jenius Catur yang Ambis Banget

 

Sumber foto: Netflix


Rating : 8

Sejujurnya saya bukan pe-revview yang getol mantengin film terbaru dan buru-buru buat mengulasnya. Jadi, maaf ya kalau konten review film di blog ini ga konsisten-konsisten amat. Hehehe

Saya tahu  The Queen’s Gambit dari teman saya yang hobi nonton film. Dia beri rating 8 pada serial ini. Wow 8, hhhmm menarik. Teman saya ini cukup selektif dalam hal film, jadi saya cukup percaya jika ia beri angka 8.

Serial yang tayang perdana pada 23 Oktober 2020 ini disebut paling banyak ditonton di Netflix. The Queen’s Gambit setidaknya sudah menarik perhatian lebih dari 62 juta pengguna Netflix.

Serial yang diangkat dari novel karya Walter Tevis ini membuat saya cukup penasaran. Pasalnya novel yang terbit di tahun 1983 itu telah menjadi buah bibir dan telah dicetak berkali-kali dan cukup best seller.

PERINGATAN!!! Tulisan ini akan mengandung spoiler. Jadi, buat kalian yang ga suka spoiler bisa skip untuk membaca tulisan ini.

The Queen’s Gambit menceritakan perjalanan seorang pecatur grand master bernama Elizabeth Hormon (Beth). Lahir dari keluarga broken home membuat Beth kurang merasakan kasih sayang dari kedua orang tua.

Semeninggal ibu kandungnya, Beth dititipkan di panti asuhan Methuen. Di sanalah dia mengenal catur untuk pertama kalinya.

Bukan di ruang kelas, tetapi di ruang bawah tanah panti. Bukan oleh pecatur profesional Beth diajari catur, melainkan sosok penjaga pantilah guru catur pertamanya yakni Mr. Shaibel.

Melihat sosok Beth yang jenius membuat Mr. Shaibel tergerak untuk menghubugi kenalannya, Mr. Ganz pemimpin klub catur SMA. Tanpa di sangka Beth yang berusia sembilan tahun itu berhasil mengalahkan Mr. Ganz.

Akhirnya, Beth diminta melawan anak-anak klub catur di SMA itu satu persatu secara simultan. Oh, tentu saja Beth menang telak. Ya, karena Beth merupakan anak yang jenius, sama seperti ibu kandungnya.

Dari sana Beth mulai menekuni teknik-teknik catur secara serius. Melalui buku teknik catur yang diberikan Mr. Shibel, Beth semakin menjadi anak yang ambisius (ambis). Hingga membawanya pada pertarungan catur dunia melawan Borgov (seorang grand master nomor wahid).

Film ini memiliki alur maju mundur yang tidak membingungkan. Kita bisa dengan nyaman menonton film ini tanpa pusing memikirkan alur waktu.

Di setiap episode The Queen’s Gambit kita disuguhkan perkembangan diri dan mental Beth dari waktu kewaktu. Seperti gaya hidup Beth yang berpakaian glamor dampak dari perundungan di masa sekolah yang pernah ia terima.

Dalam The Queen’s Gambit penonton juga dapat melihat teknik-teknik catur profesional yang mantap. Bisa saja teknik itu menjadi referensi kamu saat bermain catur.

Romansa percintaan Beth di serial  ini ditampilkan sewajarnya saja, karena memang romansa cinta Beth bukan menjadi spoth light dari serial ini.

Namun, dari perjalanan cinta Beth kita bisa belajar bahwa mencintai dengan tulus dan maksimal belum bentu berbanding lurus dengan balasan orang yang dikasihi. Mencintai sewajarnya dan sisanya serahkan sama Tuhan saja, begitu kira-kira pesannya.

Sinematografi dari The Queen’s Gambit ini juga bagus, cukup memanjakan mata penonton. Tim penata busana dalam serial ini pun patut di apresiasi. Pasalnya, pakaian-pakaian yang dikenakan Beth dan makeup look-nya sangat pas dengan karakter Beth.

Diadobsi

Saat Beth remaja, akhirnya ia diadopsi oleh keluarga Wheatley. Keluarga yang cukup kaya. Namun, akhirnya melarat juga pada akhirnya. Di  keluarga ini Beth mulai merasakan kasih sayang seorang ibu melalui Mrs. Alma Wheatley.

Sepanjang perjalanan karier Beth, ibu tirinya itu senantiasa menemani dan memberikan sejumlah petuah untuk putrinya. “Intution can’t be found in book. What you know is not always important,”

Bertemu dengan Alma membuat mental Beth semakin kuat dan mendapatkan semangat baru. Karakter Beth sebagai anak jenius yang ambis makin menonjol dengan hadirnya Alma.

Ibu tirinya itu mendorong Beth untuk memenangi setiap pertandingan. Dia juga orang pertama yang mengenalkan Beth pada alkohol, hingga akhirnya Beth menjadi alkoholic. Namun, selepas ibu tirinya meninggal Beth seperti hilang arah.

Kecanduan Obat-obatan dan Alkohol

Film ini memberikan kita fenomena di dunia catur. Bahwa banyak pecatur jenius yang kerap kali kecanduan obat-obatan dan alkohol. Sama seperti Beth yang gemar minum alkohol dan pil hujau yang akdiktif.

Panti asuhan tempat Beth tinggal dulu menjadi awal mula ia mengenal pil hijau.  Pil hijau yang wajib diminum oleh anak panti asuhan Methuen ternyata adalah obat penenang. Ya, itu semacam cara pihak panti agar anak-anak pada ga ngamuk dan merepotkan.

Saat meminum pil hijau tersebut Beth merasa tenang dan bisa membayangkan papan catur di benaknya. Kemudian, mempraktekkan strategi permainan catur yang ia pelajari.  Beth remaja juga beranggapan bahwa pil hijau dapat membantunya menang di tiap pertandingan.

Isu Femenisme dan Rasisme

The Queen’s Gambit berlatar tahun 1960-an. Dimana pada masa itu pertandingan catur merupakan ajang kelas atas yang sangat bergengsi.

Pada masa itu catur didominasi oleh pemain pria, namun akhirnya didobrak oleh kejeniusan Beth sebagai pecatur wanita profesioal.  Akhirnya Beth mematahkan pernyataan Mr. Shaibel, “Girls do not play chess,”

Selain itu isu rasisme pun muncul. Hal tersebut tampak pada kisah sahabat Beth yang bernama Jolene. Jolene merupakan anak berkulit hitam yang tinggal di panti bersama Beth.

Dia lebih lama tinggal di panti itu dibandingkan Beth. Namun, hingga berusia remaja Jolene tak kunjung diadopsi. “Nobdy’s gonna come for us now. We’re too old, or too black,” ujar Jolene

Jolene berpandangan bahwa sulit bagi anak berkulit hitam sepertinya untuk diadobsi oleh calon orang tua asuh.

Karena pada tahun 1960 isu rasisme masih sangat kental. Orang berkulit hitam di masa itu masih dipandang berkelas rendah dari pada kulit putih.

Ending dari serial ini cukup mudah di tebak. Di dua episode terakhir saya menebak-nebak ending dari karier Beth dan ternyata tebakan saya benar.

Entah, kebetulan atau memang sang penulis ingin membuat happy semua penonton. Jadi, menurut saya, serial ini cocok banget buat menemani waktu leyeh-leyeh kalian selama pandemi. Selamat menonton.

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer